Jogjakarta, FreedomNews – Menjelang “geduruk” UGM Jogjakarta, 15 April 2025, ada pernyataan keras dari mantan Rektor UGM Prof. Soffian Effendi soal dugaan adanya pemalsuan ijazah S1 Joko Widodo.
“Bahwa itu bisa saja terjadi, dan itu bukan domainnya UGM. Itu urusannya aparat penegak hukum dan Jokowi pribadi. UGM tidak usah repot-repot klarifikasi sana-sini, yang terkesan membela Jokowi,” tegasnya.
Menurut Prof Soffian, pernyataan-pernyataan petinggi UGM di media selama ini, justru bikin blunder. Dan, secara politik, itu diplintir sana-sini untuk kepentingan tertentu. Kontraproduktif.
Arsip dokumen akademik Jokowi yang dimiliki UGM, jika ada, dibuka di depan aparat penegak hukum atau pengadilan saat dimintai klarifikasi atau saksi di persidangan.
“Jangan diumbar di ruang-ruang publik. Dasar penjilat,” tegas Prof Soffian. Perlu dicamkan, UGM bukan begundalnya Jokowi.
“Saya sekarang pembenci Jokowi, karena, bagi saya, Jokowi adalah pengkhianat bangsa dan negara, telah merusak tatanan hidup berbangsa dan bernegara. Ingat OCCRP. Dan, saya punya kepentingan politik mengadili Jokowi dan keluarganya di pengadilan,” ungkap Prof. Soffian.
Namun, ia tetap menghormati Azas Praduga Tak Bersalah, dan tidak membunuh karakter seseorang seenaknya di ruang-ruang publik. UGM tidak perlu over acting klarifikasi perihal dugaan Ijazah S1 Jokowi palsu, bukan urusannya UGM.
Tapi, “itu urusannya Jokowi. Sekali lagi, UGM bukan begundalnya Jokowi.”
Dalam keterangannya, Prof Soffian menyebut bahwa berbagai kejanggalan dan inkonsistensi masih terus muncul, dan Universitas Gadjah Mada (UGM) belum menunjukkan keberanian untuk menjawabnya secara jujur.
“Adanya beberapa fakta inkonsistensi tentang ijazah asli Jokowi dan skripsi yang bersangkutan tetap bermunculan,” ujar Prof Soffian, Sabtu (12/4/2025). Adanya klaim bahwa ijazah asli Jokowi hilang tidak pernah disertai bukti kuat.
“Ijazah asli yang hilang menurut penjelasan Rektor dan Dekan itu ternyata tidak didukung bukti-bukti yang membuktikan eksistensi ijazah tersebut,” tegasnya.
Prof Soffian juga menyoroti hasil analisis yang dilakukan oleh ahli kecerdasan buatan (AI) terhadap foto dalam dokumen ijazah Jokowi. “Analisis yang dilakukan oleh ahli AI tunjukkan bahwa foto di ijazah yang dipakai Jokowi berbeda dari foto Jokowi,” katanya.
Lebih lanjut, ia mengkritisi keabsahan skripsi Jokowi. Menurutnya, banyak detail penting dalam dokumen tersebut yang meragukan. “Keabsahan skripsi Jokowi diragukan karena adanya bukti-bukti yang tidak jelas, baik nama pembimbing, tanggal ujian, dan hasil ujian,” ungkapnya.
Prof Soffian juga menyinggung makin besarnya keraguan publik atas pernyataan pimpinan UGM. “Bahwa semakin luas pendapat yang meragukan kejujuran dan kebenaran pendapat Rektor dan Dekan tentang keaslian ijazah Jokowi,” ujarnya.
Ia menyerukan agar UGM, khususnya para pimpinan fakultas dan universitas, memiliki keberanian moral untuk menyampaikan kebenaran. “Kondisi seperti ini tinggal menunggu keberanian Rektor dan Dekan Fakultas Kehutanan dalam mengungkapkan kebenaran dan kejujuran,” tandas Prof Soffian.
Akademisi Universitas Gadjah Mada (UGM), Ir. KPH. Adipati, Bagas Pujilaksono Widyakanigara Hamengkunegara, M.Sc., Lic. Eng., Ph.D., menyampaikan sikap tegas terkait polemik dugaan pemalsuan ijazah S1 Joko Widodo.
Ia menegaskan bahwa UGM tidak perlu ikut campur atau terlalu jauh memberikan klarifikasi ke publik yang justru bisa menimbulkan blunder. Senada dengan Prof. Soffian, “UGM bukan begundalnya Jokowi,” tegas Bagas Pujilaksono, pada Ahad (13/4/2025).
Menurutnya, pernyataan-pernyataan petinggi UGM yang beredar di media justru terkesan membela Jokowi dan bisa dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk kepentingan politik. Ia meminta agar UGM bersikap profesional dan netral.
“Soal dugaan pemalsuan ijazah, itu urusan aparat penegak hukum dan Jokowi sendiri. UGM cukup memberikan dokumen akademik jika diminta oleh aparat atau pengadilan, bukan diumbar di ruang-ruang publik,” paparnya.
“Namun saya tetap (saja) menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah. Karakter seseorang jangan dibunuh sembarangan di ruang publik. Biarkan proses hukum berjalan,” tambahnya. (*)
Mochamad Toha
Komentar