Hal ini sejalan dengan hasil riset World Bank (2023) bahwa kunci keberhasilan digitalisasi keuangan di negara berkembang adalah memulai dari sektor informal dengan biaya transaksi rendah dan teknologi inklusif.
Oleh: Mangesti Waluyo Sedjati, Ketua Majelis Ilmu Baitul Izzah
QRIS dan GPN bukan sekadar alat transaksi. Ia adalah fondasi dari bangunan kedaulatan digital Indonesia, sekaligus tameng dari perang ekonomi global yang senyap namun brutal.
Di saat sebagian negara sedang sibuk memperkuat senjatanya, Indonesia justru mempersenjatai diri dengan infrastruktur digital keuangan rakyat – yang diam-diam memutus aliran fee, data, dan ketergantungan pada sistem keuangan global yang tak adil.
QRIS: Strategi Inklusi Keuangan dan Revolusi Digital UMKM Indonesia
Di tengah dominasi global sistem keuangan yang terpusat dan bias terhadap negara maju, Indonesia membangun jalur perlawanan senyap melalui sebuah inovasi lokal: QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard).
Bukan dalam bentuk embargo atau de-dolarisasi agresif, tapi dalam bentuk perlawanan transaksional rakyat yang dimulai dari lapak gorengan hingga marketplace digital.
QRIS bukan sekadar alat bayar. Ia adalah manifestasi strategis digitalisasi UMKM, sarana demokratisasi keuangan, serta pondasi awal dari kedaulatan ekonomi nasional berbasis partisipasi rakyat.
2.1 QRIS: Standar Nasional sebagai Simbol Kedaulatan
Diresmikan oleh Bank Indonesia pada 17 Agustus 2019, QRIS adalah standar nasional pembayaran berbasis QR Code yang mengintegrasikan seluruh penyelenggara jasa sistem pembayaran (PJSP) dalam satu format tunggal dan interoperabel. Artinya, satu QR bisa digunakan oleh semua aplikasi: dari GoPay, OVO, DANA, LinkAja, ShopeePay, hingga mobile banking.
Tujuan utama dari QRIS adalah:
* Membuka akses UMKM dan sektor informal ke dalam ekosistem pembayaran digital tanpa infrastruktur mahal (EDC, mesin kasir, dsb),
* Menyatukan standar teknis agar tidak terjadi fragmentasi sistem QR antar PJSP,
* Mengoptimalkan pengawasan, pencatatan, dan pelaporan data transaksi oleh BI dan otoritas fiskal.
2.2 Dampak Empiris QRIS: Angka yang Berbicara
Sejak diimplementasikan hingga Maret 2025, QRIS menunjukkan pertumbuhan eksponensial:
* Jumlah merchant aktif: 37,5 juta (BI, Maret 2025), naik dari 15 juta pada akhir 2022,
* Volume transaksi: Rp 193 triliun dalam Q1 2025, dibandingkan hanya Rp 36 triliun pada Q1 2022 (naik 436% dalam 3 tahun),
* Sektor dominan: 74% merchant QRIS berasal dari sektor informal dan UMKM (Kemenkop UKM, 2024),
* Wilayah cakupan: telah mencakup seluruh provinsi dan 95% kabupaten/kota di Indonesia.
Pertumbuhan ini membuktikan bahwa QRIS bukan hanya sukses sebagai produk teknologi, tapi sebagai strategi sosial-ekonomi yang merangkul pelaku usaha kecil dan pinggiran agar menjadi bagian dari sistem keuangan nasional.
2.3 Inklusi Keuangan dan “Perlawanan Mikro”
QRIS membuka ruang inklusi finansial struktural. Sebelum QRIS, hanya 27% pelaku UMKM memiliki akses terhadap sistem pembayaran non-tunai (BPS, 2018). Setelah 5 tahun implementasi QRIS, angka ini melonjak menjadi 61% (BI, 2024).
Perlawanan ekonomi terhadap dominasi global justru dimulai dari “pinggiran”:
* Warung sembako di desa kini menerima pembayaran digital tanpa EDC.
* Tukang parkir atau musisi jalanan bisa menerima transfer cashless hanya dengan stiker QR.
* Pelaku UMKM dapat memanfaatkan QRIS sebagai bukti transaksi untuk akses permodalan dari bank dan fintech.
Hal ini sejalan dengan hasil riset World Bank (2023) bahwa kunci keberhasilan digitalisasi keuangan di negara berkembang adalah memulai dari sektor informal dengan biaya transaksi rendah dan teknologi inklusif.
2.4 QRIS dan Peningkatan Penerimaan Negara
QRIS tidak hanya berdampak pada efisiensi, tapi juga pada fiskal negara:
* Seluruh transaksi tercatat dalam sistem nasional, memudahkan DJP dalam pelacakan aktivitas ekonomi informal untuk perluasan basis pajak.
* Berdasarkan studi Kemenkeu dan BI (2023), integrasi QRIS dengan NIK dan NPWP berpotensi menambah penerimaan negara hingga Rp 38 triliun per tahun dari sektor informal yang sebelumnya tidak terjangkau sistem pajak.
* QRIS juga mendukung program subsidi dan bansos digital yang lebih tepat sasaran melalui pencatatan riil konsumsi.
2.5 QRIS dan Data Konsumen: Pilar Kedaulatan Digital
Di era platform capitalism, data transaksi bukan hanya informasi pasif, tetapi aset strategis. QRIS menjadi gerbang awal Indonesia memiliki sovereign data atas:
* Preferensi konsumsi masyarakat,
* Pola geografis pengeluaran rakyat,
* Pergerakan mikroekonomi harian berbasis wilayah dan sektor.
Hal ini menjadi fondasi bagi:
* Desain kebijakan fiskal berbasis data real-time, bukan lagi asumsi,
* Regulasi berbasis evidence dalam distribusi bantuan, alokasi subsidi, dan pengendalian inflasi. (*)
Komentar