NASIONAL
Beranda » Kolom » Juju Purwantoro: PIK-2 yang Sengsarakan Rakyat

Juju Purwantoro: PIK-2 yang Sengsarakan Rakyat

Juju Purwantoro dalam Kunjungannya ke Kawawan PIK-2, Kabupaten Tangerang. (Foto: Istimewa)

Jakarta, FreedomNews – Hingga kini, masyarakat menunggu dengan perasaan cemas dan khawatir atas kasus pagar laut berupa patok-patok bambu yang telah menghebohkan sepanjang 30.16 Km di wilayah Kecamatan Mauk, Tanjung Pasir, dan Kronjo, Kabupaten Tangerang, Banten.

Menurut Anggota Tim Pembela Masyarakat Korban PIK-2 Juju Purwantoro, masih banyak masalah yang timbul oleh ulah Aguan dan Agung Sedayu yang membuat rakyat tidak berdaya, yang harus diselesaikan oleh Presiden Prabowo Subianto. Ini akan muncul satu persatu yang membuat kita geleng-geleng kepala.

Di antaranya, hal ini tidak bisa dilupakan yang masih menjadi ‘residu’, adalah kasus pengurukan empang dan sungai di wilayah pemukiman warga. Dengan alasan demi pembangunan perumahan dan prasarananya, pengurukan sungai di Kronjo secara ‘brutal dan sepihak’ telah dilakukan oleh pengembang PT. Agung Sedayu Grup. Hal itu jelas, berakibat mematikan harapan dan penghidupan para warga petambak dan petani setempat.

Sayangnya, tambah Alumni Fakultas Hukum UI itu, selama ini tampak aparat berwenang di Banten seperti Kades, Camat, Bupati, Gubernur, instansi terkait (KKP, BPN/ATR) dan aparat Kepolisian tampak diam membisu, sepertinya tidak terjadi apapun.

Tidak ada pengawasan dan sanksi apapun, yang dijatuhkan aparat berwenang kepada pihak pengembang (Agung Sedayu) sebagai pelanggar hukum, perusak alam dan sarana milik publik (jalan umum, jembatan, masjid).

LaNyalla Paparkan 5 Peran Penting Pemuda dalam Menjaga Pancasila dan NKRI

Kasus lain, katanya, yang mereka lakukan adalah penyerobotan paksa atas lahan sawah, kebun dan empang milik warga. Jika ada protes atau keberatan dari warga tentang hak miliknya yang diserobot oleh pengembang dan kroninya, maka warga malah diintimidasi, diproses hukum, bahkan dipenjarakan oleh kepolisian.

Selama ini, tegasnya, tidak ada tindakan atau sanksi tegas apapun pada pelakunya (pengembang).

Justeru merekalah yang jelas-jelas sebagai pelaku utama yang telah mematikan kehidupan masyarakat, perusak prasarana, kehidupan alam dan lingkungan hidup. Dosa mereka pada masyarakat berlipat-lipat sebagai sikap serakah yang terkesan dibiarkan saja oleh aparat.

Dijelaskan oleh salah seorang Presidium Forum Alumni Kampus Seluruh Indonesia (AKSI) tersebut, perusakan alam (penimbunan) sungai, adalah melanggar Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Siapapun pelakunya tanpa pandang bulu, perusakan lingkungan hidup milik.publik bisa dikenakan sanksi pidana penjara dan denda.

Tamsil Linrung Pastikan DPD RI Dorong Sinkronisasi Pusat-Daerah dalam Mendukung Asta Cita

Bisa Merusak Ekosistem

Penimbunan sungai, jelasnya lagi, adalah kegiatan menutupi aliran sungai dengan tanah. Penimbunan sungai secara sewenang-wenang demi penambahan lahan prasarana pembangunan perumahan, jelas bisa merusak ekosistem, mengganggu kehidupan masyarakat, dan mengancam mata pencaharian warga.

Dampak penimbunan sungai antara lain adalah menyebabkan terjadinya banjir lokal dan mengurangi pasokan air bersih, merusak habitat ikan, dan mengganggu ekosistem mangrove.

“Perbuatan tersebut juga dapat mengancam mata pencaharian petani tambak dan nelayan. Jika penimbunan terjadi di Daerah Aliran Sungai (DAS) yang juga adalah sumber daya air, maka merupakan perbuatan yang melanggar hukum  yang diatur dalam UU Nomor 17 tahun 2019 tentang Sumber Daya Air.

Tanah atau lahan merupakan salah satu aset penting dalam kehidupan manusia,  tambahnya,  karena setiap manusia membutuhkan tanah sebagai tempat tinggal maupun tempat usaha.

Rumahnya di Geledah KPK, LaNyalla: Apa Kaitannya Saya dengan Kusnadi?

Dalam Pasal 2 Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) dijelaskan, Negara sebagai organisasi kekuasaan bangsa dan rakyat Indonesia mempunyai hak menguasai atas bumi, air, dan ruang angkasa. Termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya, digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, termasuk juga pemeliharaan tanah.

Hal tersebut seperti yang diamanatkan dalam ketentuan Pasal 14 dan 15 dalam UU No 5 tahun 1960. Ketentuan Pasal 2 menyatakan negara dalam pengertian sebagai suatu organisasi kekuasaan dari seluruh rakyat untuk mengatur masalah pertanahan.

Kedudukan negara sebagai penguasa tidak lain adalah bertujuan untuk mencapai sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dalam rangka mencapai masyarakat adil dan makmur.

“Negara juga diberi kewenangan untuk mengatur mulai dari perencanaan, penggunaan, menentukan hak-hak yang dapat diberikan kepada seseorang. Negara juga wajib mengatur hubungan hukum antara orang-orang sampai perbuatan-perbuatan hukum yang berkaitan dengan tanah,” kata Juju.

Ketentuan Pasal 1 angka (11) UU Sumber Daya Alam dan Pasal 1 angka (7) Permen PUPR Nomor 28 Tahun 2015 menjelaskan bahwa; wilayah sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dan termasuk di dalamnya wilayah sempadan sungai.

Garis sempadan yang dimaksud diatur dalam PP no 38 tahun 2011 tentang Sungai dalam pasal 5 sd  17 yaitu 0-20 meter dari bibir sungai atau sempadan yang justru dilarang untuk dibangun.

“Begitu  banyak kerusakan yang dilakukan oleh Aguan dan Agung Sedayu Group. Kerusakan yang bersifat masif dan menyengsarakan rakyat. Anehnya, aparat yang semestinya membela rakyat malah berpihak kepada keserakahan yang menindas itu. Harapan kita, Presiden Prabowo menggunakan kekuasaannya menghentikan tindakan Aguan yang menindas itu,” ungkap Juju Purwantoro. (Mth/Kba)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Bagikan